Kalau dengar istilah "specialty coffee," biasanya yang langsung muncul di kepala kita adalah kopi Arabika. Tapi, kamu tahu nggak sih? Kopi Robusta juga bisa masuk kategori ini. Yes, specialty coffee bukan cuma buat Arabika! Asal diolah dengan baik, terutama di tahap pascapanen, Robusta juga bisa jadi kopi premium. Yuk, kita bahas lebih lanjut!
Tahun 2014, peneliti di Uganda mulai mengembangkan kopi Fine Robusta—varietas Robusta yang diolah dengan cermat untuk mematahkan stigma bahwa Robusta kalah dari Arabika. Setahun kemudian, berdirilah Center of Robusta Excellence (CORE), dengan dukungan dari Agribusiness Initiative Trust (ABI) dan Coffee Quality Institute (CQI). Mereka menerapkan standar tinggi untuk Robusta, termasuk sistem R-Grading yang mirip Q-Grading pada Arabika.
Uganda adalah rumah bagi kopi Robusta, dengan lebih dari 1,5 juta rumah tangga petani kopi di sana. Kopi menyumbang sekitar 20% dari total ekspor negara, dan lebih dari 80% dari hasil panennya adalah Robusta. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran Robusta dalam ekonomi Uganda.
Indonesia, sebagai salah satu penghasil kopi terbesar dunia, juga nggak mau ketinggalan. Fine Robusta di Indonesia semakin populer, bahkan beberapa biji kopi Robusta berhasil mencetak cupping score di atas 80 poin—standar untuk masuk kategori specialty coffee. Kunci keberhasilan ini ada di proses pengolahan yang cermat, mulai dari fermentasi hingga pengeringan.
Jadi, apa sebenarnya specialty coffee itu? Menurut Specialty Coffee Association of America (SCAA), kopi disebut specialty kalau dapat cupping score di atas 80 poin. Specialty coffee bukan soal varietas saja, tapi bagaimana kopi diolah. Arabika atau Robusta, dua-duanya bisa jadi specialty kalau diolah dengan baik.
Untuk jadi specialty, perawatan tanaman penting banget. Mulai dari pengendalian hama, nutrisi, hingga pemetikan buah kopi yang benar-benar matang harus dilakukan dengan teliti. Setelah panen, proses seperti fermentasi, pencucian, dan pengeringan juga harus terkontrol ketat untuk menjaga karakter rasa biji kopi.
Di pasar specialty coffee, kopi dengan cupping score tinggi dihargai lebih mahal. Ini jadi peluang bagi negara penghasil kopi, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan kualitas dan bersaing di pasar global—khususnya dengan Robusta.
Sejak diterapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis (IG), perlindungan terhadap produk lokal seperti kopi makin terjamin. Tujuannya jelas: melindungi konsumen, memastikan kualitas produk, dan mendukung produsen lokal. Produk dengan IG biasanya punya keunikan yang bikin lebih diminati dan bisa bantu mempromosikan daerah asal kopi, cocok banget buat agrowisata!
Beberapa daerah penghasil kopi Robusta di Indonesia seperti Robusta Lampung, Semendo, Empat Lawang, Temanggung, Kepahiang, dan Rejang Lebong sudah punya sertifikat IG. Sertifikasi ini jadi salah satu penanda kualitas dan keunikan produk, dan Robusta yang bersertifikat IG rata-rata punya cupping score di atas 80 poin, layak disebut specialty coffee.
Memperoleh sertifikat IG memang butuh proses panjang, tapi hasilnya sepadan. Karakteristik khas yang muncul dari faktor geografis dan budaya lokal menjadikan Robusta Indonesia berpotensi besar bersaing dengan Arabika dalam hal rasa dan kualitas.
Jadi, Robusta, terutama Fine Robusta, sudah membuktikan diri bisa jadi kopi premium. Dengan pengolahan tepat dan standar tinggi, Robusta Indonesia siap bersaing di pasar specialty coffee dunia. Jangan lagi anggap specialty coffee cuma soal Arabika, karena Robusta juga siap bersinar!